Terdapat kabar duka yang mengguncang, dimana aktivis hukum dan mantan pengacara Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI), Johnson Panjaitan, meninggal dunia pada Minggu (26/10) di usia 59 tahun. Informasi mengenai kepulangan Johnson Panjaitan disampaikan oleh PBHI melalui akun Instagram resmi mereka, @pbhi_nasional. Johnson dikenal sebagai pejuang keadilan dan pendiri PBHI yang gigih dalam membela nilai-nilai HAM dan keadilan sosial. Jenazahnya disemayamkan di Rumah Duka RSU UKI sebelum dimakamkan pada hari yang sama. Berita kepergiannya dengan cepat menyebar dan mendapat sorotan dari berbagai kalangan, termasuk advokat, aktivis, dan pegiat HAM.
Johnson Panjaitan lahir pada 11 Juni 1966 dan dikenal sebagai ahli hukum, aktivis HAM, serta pengacara publik yang terlibat dalam berbagai advokasi. Ia merintis karirnya sebagai Asisten Pembela Umum di LBH Jakarta sebelum menjadi salah satu pendiri PBHI. Selain itu, Johnson aktif dalam menulis artikel mengenai reformasi hukum dan HAM di media nasional. Selama berkarir, Johnson menunjukkan dedikasi yang tinggi dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat kurang mampu dan kelompok lemah.
Johnson Panjaitan terkenal sebagai pengacara publik yang vokal dalam isu-isu keadilan sosial. Selama berkarir, ia menjabat berbagai posisi seperti Ketua Kelompok Studi Posko 21, Koordinator Forum Solidaritas Buruh, dan Kepala Divisi Politik dan HAM Serikat Pengacara Indonesia. Selain itu, Johnson juga terlibat dalam kasus-kasus penting seperti pengacara keluarga Brigadir J dan advokasi korban pelanggaran HAM.
Namun, dalam perjalanan karirnya, Johnson sering menghadapi intimidasi dan ancaman. Meskipun demikian, tekanan tersebut tidak pernah membuatnya mundur dalam memperjuangkan keadilan dan HAM di Indonesia. Berita kepergiannya menjadi duka mendalam bagi keluarga, rekan sejawat, dan para aktivis hukum, yang kehilangan salah satu tokoh yang gigih dalam membela keadilan dan hak asasi manusia.








