Musim kemarau di Indonesia diprediksi mencapai puncaknya pada bulan Juni, Juli, dan Agustus 2025, menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). BMKG juga memberikan informasi bahwa awal musim kemarau di beberapa wilayah akan berlangsung sesuai dengan kondisi normal, sementara wilayah lain mungkin mengalami keterlambatan. Plt Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa pola awal musim kemarau pada tahun ini bervariasi di berbagai daerah, dengan beberapa wilayah mengalami musim kemarau lebih lambat dari biasanya. Wilayah yang diprediksi mengalami keterlambatan musim kemarau meliputi Kalimantan bagian selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagian wilayah Sulawesi, Maluku Utara, dan Merauke.
BMKG memperkirakan karakteristik musim kemarau tahun 2025 akan bersifat normal di sebagian besar wilayah Indonesia tanpa pengaruh kuat dari fenomena iklim global seperti El Nino atau La Nina. Meskipun demikian, perlu diwaspadai bahwa ada beberapa wilayah yang mungkin mengalami musim kemarau lebih kering dari biasanya. BMKG juga membagi kondisi musim kemarau menjadi tiga kategori utama, dengan wilayah-wilayah tertentu diperkirakan mengalami kemarau lebih basah atau lebih kering dari kondisi normal.
BMKG mengimbau berbagai sektor untuk mengambil langkah-langkah antisipatif guna mengurangi dampak yang mungkin terjadi akibat musim kemarau. Sebagai contoh, sektor pertanian perlu menyesuaikan jadwal tanam, memilih varietas tanaman yang tahan kekeringan, dan mengelola air secara efisien. Selain itu, sektor kebencanaan perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan, sementara sektor energi dan sumber daya air perlu mengelola pasokan air dengan efisien. Dengan demikian, semua pihak diharapkan dapat bersiap menghadapi musim kemarau 2025 dengan lebih baik.








