Pada Senin sore, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) ditutup melemah di tengah penguatan bursa saham kawasan Asia. IHSG mengalami penurunan sebesar 43,68 poin atau 0,67 persen menjadi 6.471,95, sementara indeks LQ45 naik 2,37 poin atau 0,33 persen ke posisi 729,35. Sentimen negatif berasal dari aksi capital outflow investor yang mempengaruhi kinerja IHSG.
Investor asing tercatat melakukan jual neto sebesar Rp10,15 triliun, dengan mayoritas jual neto terjadi di pasar saham, pasar Surat Berharga Negara (SBN), dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Meskipun terdapat surplus dalam neraca perdagangan Indonesia Februari 2025, capital outflow tersebut meningkatkan premi risiko investasi di Indonesia dan dapat berdampak pada ketahanan eksternal di tengah kondisi global yang masih menekan.
Meskipun IHSG dibuka melemah, bursa regional Asia menguat berkat langkah kebijakan stimulus China dan absennya tarif baru dari Trump. China mengumumkan rencana aksi khusus untuk meningkatkan konsumsi, memulihkan pasar saham dan real estat, serta meningkatkan pendapatan penduduknya. Data ekonomi China yang kuat juga menjadi pendorong positif bagi pasar.
Di Indonesia, sektor barang baku mengalami kenaikan, sementara sektor teknologi merosot. Saham FITT, SOCI, IOTF, PSAB, dan VAST mengalami penguatan terbesar, sedangkan saham SMIL, KICI, DCII, SMSM, dan SSTM mengalami pelemahan terbesar. Frekuensi perdagangan saham mencapai 1.068.000 kali transaksi dengan nilai transaksi mencapai Rp9,68 triliun.
Berdasarkan pergerakan bursa saham regional Asia sore itu, Indeks Nikkei, indeks Shanghai, indeks Kuala Lumpur, dan indeks Straits Times menguat secara signifikan. Dengan demikian, pasar saham Indonesia masih dipengaruhi oleh faktor-faktor regional dan global, memperlihatkan ketidaktentuan yang bisa mempengaruhi kinerja IHSG ke depan.








