Epilepsi masih sering dibayangi oleh mitos yang keliru dan tidak berdasar di masyarakat. Kepercayaan bahwa kejang akibat epilepsi disebabkan oleh hal-hal mistis atau bahkan bisa menular hanyalah sebagian dari mitos yang beredar. Pandangan seperti ini tidak hanya memperkuat stigma terhadap penderita epilepsi, tetapi juga membuat mereka merasa terasing. Namun, sebenarnya epilepsi adalah gangguan medis yang dapat dijelaskan secara ilmiah dan bisa dikelola dengan pengobatan yang tepat. Penting bagi kita untuk memahami fakta sebenarnya agar dapat menghapus stigma dan memberikan dukungan yang lebih baik kepada penderita epilepsi.
Salah satu mitos yang masih melekat di masyarakat adalah anggapan bahwa semua kejang disebabkan oleh epilepsi. Padahal, tidak semua kejang menandakan epilepsi. Ada juga kondisi lain seperti kadar gula darah rendah atau gangguan jantung yang bisa menyebabkan kejang. Selain itu, ada juga psychogenic non-epileptic seizures (PNES) yang dipicu oleh trauma psikologis, bukan masalah otak.
Mitos lain adalah bahwa penderita epilepsi tidak dapat bekerja dengan baik. Padahal, banyak penderita epilepsi yang dapat berfungsi dengan normal jika kejang mereka terkendali melalui pengobatan. Meskipun ada beberapa profesi yang memiliki aturan ketat terkait epilepsi, namun secara umum mereka dapat berkarier seperti orang lain.
Dengan pemahaman yang benar, kita juga dapat membantah mitos bahwa semua penderita epilepsi mengalami kejang yang hebat. Sebenarnya ada lebih dari 40 jenis kejang dan tidak semuanya menyebabkan gerakan tubuh yang ekstrem. Beberapa kejang bahkan hanya berupa tatapan kosong atau kebingungan sesaat.
Selain itu, perlu diketahui bahwa epilepsi tidak selalu bersifat permanen. Dengan pengobatan yang tepat, sekitar 70 persen penderita epilepsi dapat bebas dari kejang. Bahkan beberapa jenis epilepsi pada anak dapat hilang seiring pertumbuhan.
Mitos lainnya mengenai epilepsi adalah anggapan bahwa itu merupakan gangguan mental. Sejatinya, epilepsi adalah gangguan pada sistem saraf yang disebabkan oleh aktivitas listrik abnormal di otak. Meski begitu, penderita epilepsi memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan mental seperti depresi atau kecemasan bukan karena epilepsinya sendiri, melainkan karena stigma dan tantangan dalam kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan yang benar juga dapat membantu dalam situasi darurat saat seseorang mengalami kejang. Menahan tubuh seseorang yang sedang kejang justru berbahaya dan bisa menyebabkan cedera. Sebaiknya biarkan kejang berlangsung sambil menjaga area sekitarnya tetap aman.
Terakhir, salah satu mitos yang berbahaya adalah anggapan bahwa memasukkan benda ke mulut orang yang sedang kejang dapat mencegah lidah tergigit. Padahal, tindakan ini justru bisa menyebabkan cedera seperti gigi patah atau rahang terluka.
Dengan pemahaman yang benar mengenai epilepsi, kita dapat membantu mengurangi stigma dan memberikan dukungan yang lebih baik kepada mereka yang hidup dengan epilepsi. Dedikasi untuk meredakan miskonsepsi tentang epilepsi sangat penting untuk membentuk masyarakat yang lebih inklusif dan empatik terhadap penderita epilepsi.








